LANGUAGE OF LOVE
CREATED BY : ARINI DIAN NOVITASARI
(ZAHROHTUSHITA)
Cinta membuka jendela lebar-lebar dan menyambut angin pagi yang masuk ke dalam kamarnya. “hari senin”, pikirnya sambil tersenyum lebar dan mulai menyisir rambutnya yang berantakan. Kamar telah ditata rapi, semua ruangan telah disapu, tirai-tirai sudah digeser untuk menyambut sinar matahari. Ia bergegas mandi. Hanya butuh beberapa menit, ia telah kembali di kamarnya. Seorang wanita dengan tinggi badan 153 cm dan berat 43 kg terpantul dalam cerminnya. Mengenakan celana jins, di padu dengan baju panjang hingga paha, sewarna dengan kerudungnya. Ia mengubah penampilannya seperti itu, agar ia tampak lebih dewasa. Dia juga mengikuti beberapa kegiatan yang menurutnya mampu mematangkan emosinya. Ia juga belajar keras agar mendapat nilai baik sejak satu bulan ia mendengar berita simpang siur bahwa Arjuna (kakak tingkat semesternya yang selama ini ia kagumi) menyukai wanita yang dewasa dan pintar. Pesona matanya tidak mampu menyembunyikan perasaannya yang tengah berbunga-bunga, terpanah busur dewa cinta. Setelah memakai sepatu kets nya ia berlari kecil dari kamarnya bermaksud memeriksa sarapan di dapur, neneknya tengah memasak. Ia memiih tinggal berdua dengan neneknya di desa tidak bersama ayah, ibu, dan adiknya tinggal di kota, karena menurutnya desa nenek sangat indah,
diapit dua perbukitan yang hijau.
diapit dua perbukitan yang hijau.
Setiap hari hampir dua bulan berlangsung sejak pertama kali ia masuk kuliah, selesai sarapan ia langsung berangkat ke kampus dengan skuter maticnya, dengan membawa sejuta rindunya pada Arjuna.
Tiba di kampus, senyum Cinta masih merekah. Duduk bersama sahabatnya di kursi taman kampus sambil menunggu jam masuk mata kuliah pertama.
“Cinta, sepertinya tidurmu semalam sangat nyaman ya? Setiap pagi ku amati selama 1 bulan ini kamu terlihat bersemangat, kerudungmu membingkai wajah peri berbentuk hati yang didominasi oleh sepasang mata besar berwarna coklat dan bibirmu yang bercahaya merah jambu, kamu sedang jatuh cinta ya?”, mendengar itu Cinta sangat kaget, muncul rona merah di pipinya. Namun ia tak berkata apapun.
“jika kamu tahu, aku juga sedang terpanah asmara itu, aku kagum pada seseorang”, kata Mia, sahabatnya.
“oya? Sejak kapan Mia, bolehkah aku mengetahui pada siapa sahabatku ini jatuh cinta?”, ledek Cinta sambil menggelitik pinggang sahabatnya itu.
Di tengah gelak tawa itu, Arjuna berjalan di depan mereka dan hanya tersenyum, bagi Cinta saat itu waktu seakan berhenti, nafasnya istirahat sejenak, dan kemudian seakan angin berhembus lembut membawanya melayang di atas bunga-bunga. Ia tidak tahu kalau Mia, sahabatnya, juga merasakan hal sama pada Arjuna.
“Cin, katakan padaku apakah perasaan seperti yang namanya cinta? Setiap aku tahu ada Kak Arjuna didekatku, aku merasa malu. Hati ini berdetak lebih cepat setiap mata ini melihatnya”. Kata Mia dengan penuh kegembiraan di wajahnya.
Mendengar pengakuan sahabatnya, sontak hati Cinta seakan tersambar petir, kaget. Seperti tersayat-sayat, patah, sakit, dan perih. Bahkan remuk rasanya, seperti jatuh dari puncak gedung. Ia dan sahabatnya menyukai satu pria yang sama. Ia tak mampu berkomentar lagi. Sepertinya air matanya akan segera membeludak membanjiri pipinya. Ia berlari ke dalam toilet tanpa meminta ijin pada Mia.
“Cinta, mau kemana? Ah kamu ini, pasti kebelet pipis mendadak”. Kata Mia tanpa menyadari keadaan Cinta sesungguhnya.
Di dalam toilet Cinta menangis, hingga tetes air mata terakhir. Ia bingung harus bersikap bagaimana pada Mia. “cemburu ! hah ! kalau aku cemburu pada sahabatku sendiri, oh itu tidak baik. Aku harus mengubur kekagumanku pada Kak Arjuna”. Ucap Cinta dalam hati.
Siang hari saat jam istirahat. Setelah sholat dzuhur berjamaah di masjid kampus, Cinta dan Mia makan siang di kantin. Nasi dan telur mata sapi dengan sambal balado plus es jeruk adalah menu favorit Cinta. Biasanya ia menyantapnya dengan lahab, tetapi tidak untuk kali ini.
“Cinta, kamu sakit ya? Ini kan menu favoritmu, kenapa nggak dimakan? Ayo cepet, sepuluh menit lagi kita kuliah”. Kata Mia pada Cinta.
“o iya..”.jawab Cinta singkat sambil mengambil dua sendok makan di depannya.
“kamu mengambil dua sendok Cin, kurasa lebih baik kalau ada satu garpu dan satu sendok”. Kata Mia menyindir Cinta.
Disertai tawa pelan Mia, Cinta menaruh lagi satu sendoknya dan menukarnya dengan garpu.
“maaf Mia, hari ini aku sedang tidak enak badan. Kau pasti mulai jengkel padaku ya, karena di kelaspun aku kurang berkonsentrasi”. Kata Cinta pelan sekali.
“Cinta, aku nggak jengkel kok, ya sudah, sekarang cepat kita makan dan ke kelas sama-sama”.
Hari-hari seperti itu dilaluinya setiap hari dalam beberapa bulan ini. Bahkan tidak hanya derita batin karena memendam rasa pada Arjuna demi sahabatnya, tetapi rasa sakit ketika teman-teman sekelasnya mendapat ancaman dari Aprilia, yang secara terbuka mengatakan kalau ia menyukai Kak Arjuna.
“teman-teman perempuan disini, jangan ada yang berani mengaku suka sama Kak Arjuna. Kalau ada yang berani bersaing denganku, maka akan tahu akibatnya. Trus buat temen-temen yang merasa wajahnya jelek dan penamilannya tidak modern, dari pada sakit hati lebih baik mundur dari sekarang”. Kata Aprilia dengan ketus kepada teman-teman sambil tertawa-tawa keluar kelas.
Setelah diam dan mendengar ancaman itu Cinta melangkah keluar ke bawah siraman cahaya matahari. Ia menarik nafas panjang dan menghembuskannya pelan.
“aku tidak perlu modern, aku tidak perlu pakaian sexi !” katanya dalam hati, kemarahannya bangkit dengan cepat.
“aku baik-baik saja seperti ini. Tidak ada yang salah denganku, aku tidak membutuhkan apa-apa untuk mendapatkan cinta, karena sesungguhnya dalam hatiku telah ada cinta itu”. Ia mengakhiri amarahnya dengan bersedekap dan melotot kepada Aprilia yang entah ada dimana.
Kemarahannya mulai mereda saat mengendarai skuter maticnya pulang. Menyusuri jalan yang di apit pepohonan. Semangatnya mulai bangkit karena keindahan alam itu. Bukit tampak hidup, bunga-bunga violet kecil menghiasi semak-semak. Padi hijau terhampar luas. Pakaian yang sedang di jemur melambai-lambai tertiup angin. Awan putih dan tipis berarak di langit tertiup angin yang membisikkan ketegaran dan semangat. Suasana hati Cinta membaik. Ia sampai di rumah dengan seulas senyuman.
Sore hari di kampus, selesai mata kuliah terakhir. Cinta, Mia dan teman-teman yang lain memutuskan untuk diskusi singkat di kursi taman. Di tengah-tengah diskusi Cinta mendengar suara yang tidak asing, Cinta berbalik. Ia mengerutkan kening melihat orang yang dikenalnya itu, Kak Arjuna. Arjuna berdiri bersandar di pagar, mulutnya sesekali tersenyum kecil, dia sedang berbicara dengan tiga teman perempuannya. Cinta mengamati Arjuna dengan sebal sekaligus ingin tahu.
raut wajah itu tegas seperti di pahat, kulitnya bersih, rambut gelapnya yang tertimpa sinar matahari tampak agak kemerahan. Cinta melihat setelan hitam yang dikenakannya tampak cocok di badannya dan sikapnya santai. Senyumnya melebar ketika melihat dirinya sedang diamati, dan Cinta merasa semakin sebal.
Setelah selesai diskusi, Cinta, Mia dan teman-teman beranjak pulang berjalan di depan Kak Arjuna dan ketiga teman perempuannya itu. Mia dan teman-teman menyapanya, Kak Arjuna membalas dengan ramah. Tetapi Cinta hanya diam seribu bahasa. Ia hanya mengendalikan jerit hatinya, ia harus membuang rasa suka itu jauh-jauh, karena ia sadar ia tidak memiliki kriteria apapun seperti idaman Kak Arjuna.
Setelah beberapa bulan, dengan suasana hati yang tak kunjung berubah tapi Cinta tetap dengan optimis menjalani perkuliahannya, tetap berjuang belajar bukan demi Kak Arjuna lagi, kali ini demi orang tuanya, seseorang yang memang seharusnya di kagumi dan paling di cintai melebihi orang lain. Hari itu, hari selasa.hanya satu mata kuliah, jadi kelas Cinta pulang siang. Di perjalanan, matanya menemukan papan pengumuman yang menarik hatinya.
“LOMBA KRESI SENI UNGKAPAN CINTA”
PADA HARI SELASA – PENDAFTARAN GRATIS – ONE DAY SERVICE
Cinta berminat mengikutinya.
“ini hari yang indah untuk bersenang-senang”. Kata Cinta sambil memarkir sepeda motornya di tempat parkir. Ia memasuki lobi kecil dan berjalan ke meja depan. Registrasi dan membaca tata cara lomba tersebut.
“… membuat sesuatu dari bahan-bahan yang telah dipersiapkan, seperti kain, kayu, kapas, kertas, benang, jarum, alat untuk mamahat, bolpoin, penggaris…”. Belum selesai ia membaca, konsentrasi Cinta mendadak pecah. Ia meletakkan kertasnya, dan menatap sepasang mata coklat bening, Arjuna. Cinta tak sadar hampir masuk ke dalam mata itu, jika tidak mendengar suara panitia lomba untuk segera masuk ke ruang lomba. Ia berjalan tergesa. Sesekali melihat kearah Arjuna di belakang. Ada Kartu Tanda Pengenal di dadanya. “dia ikut jadi panitia disini?”, Tanya Cinta dalam hati.
Di dalam ruang itu, Cinta berusaha menenangkan diri, matanya melihat ke sekeliling.
“wah, banyak kain berwarna-warni. Jika itu bunga semakin indah pastinya”. Gumam Cinta.
“waktu yang kami sediakan hanya 120 menit, jadi mulailah dari sekarang membuat kreasi seni ungkapan cinta dari bahan-bahan yang telah tersedia”, terdengar suara panitia dari depan.
“aku suka bunga, maka aku akan membuat bunga dari kain-kain itu sebagai ungkapan cinta”, kata Cinta dalam hati.
Sesi lomba selesai, semua peserta harus meninggalkan ruangan dan berkumpul di ruang tunggu. Menunggu pengumuman pemenang.
Jarum jam terus berputar, tak terasa telah tiba saat mendebarkan itu. Semua berdiri, semua sunyi, semua mata tertuju hanya pada panitia bersuara tegas yang berdiri di depan panggung sambil membawa selembar kertas, Kak Arjuna. Ia yang akan membacakan pemenangnya.
“ehem.. hem.. Assalamualaikum wr wb.. setelah melalui musyawarah dan beberapa pertimbangan, saya perwakilan dari dewan juri akan membacakan pemenang pertama, kedua dan ketiga”, kata Kak Arjuna disambut dengan tepuk tangan meriah para peserta.
“pemenang ketiga adalah saudara Tri Widodo”
“pemenang ketiga adalah saudara Dino Ardian”
“dan yang paling mendebarkan hati saya adalah saat menyebut nama ini, pemenang pertama dari lomba kreasi seni ungkapan cinta adalah … Cinta Zahrohtushita”. Teriak Kak Arjuna di ikuti tepuk tangan peserta lain.
“hah?!”, mendengar itu seakan Cinta nggak percaya, Kak Arjuna memanggil namanya, itu membuat hatinya berdebar dan tak kunjung usai hingga penyerahan hadiah di atas panggung, bahkan debarannya makin kencang.
“oh my god, aku menatap matanya begitu dekat di depan mataku. Tegak lurus di hadapanku. Rasanya aku tak ingin melepaskan pandangan ini”, ya.. setan dalam hati Cinta berbisik. (hehehe)
“selamat Cinta, kamu special hari ini, kamu pemenangnya”, kata Kak Arjuna sambil menjabat tangan Cinta.
“terimakasih kak”
“oya, berikan kepada kami alasanmu dan darimana ide membuat rangkaian bunga seindah ini”, suaranya yang khas dengan sorot mata yang mendebarkan hati Cinta. Membuat pikiran Cinta sedikit melayang.
“kamu tak kan bisa memahami semua yang terjadi di hatiku, semua yang akan ku jelaskan dalam waktu sesingkat ini kak”, jawab Cinta spontan.
“hah???”
Semua juri dan panitia bahkan para peserta terlihat bingung memaknai kalimat Cinta. Namun Arjuna segera memahami bahwa Cinta tidak sadar mengucapkan itu semua. Ia segera menguasai suasana.
“otakku bekerja cepat, nona. Katakan saja, aku akan mengerti”, kata Arjuna sambil tersenyum. Ia mengawasi wajah Cinta. Terlihat pipinya merona, ia malu.
“iya.. saya memilih bunga sebagai tanda ungkapan cinta, karena cinta memiliki bahasa tersendiri, dan selama berabad-abad bunga telah menjadi symbol pernyataan cinta yang terhalus”. Kata cinta dengan lancar
Semua bertepuk tangan mendengar jawaban Cinta. Setelah penyerahan hadiah usai. Kak Arjuna mengajak Cinta turun ke belakang panggung.
“di luar hujan deras”, kata Arjuna
“iya kak..”
“tunggu hujan reda dulu ya, baru ulang”
“iya kak..”
Suasana di ruang itu sunyi, mereka saling diam. Lidah Cinta seakan kaku, ia diam seribu bahasa. Menunduk. Arjuna yang sejak tadi duduk disamping Cinta membuat Cinta dapat mencium aroma tubuhnya, beraroma musk and maskulin, dan dia selalu terlihat dalam keadaan santai, tenang, padahal dia adalah manusia yang super sibuk.
“hujan sudah reda, pulanglah sekarang agar tidak kemalaman, aku masih harus ada disini”, kata Arjuna, suaranya berat dan enak di dengar, dan beberapa kali Cinta mendengarkan iramanya, bukan ucapannya.
“hmmm.. pasti lebih mudah untuk menghilangkan rasa suka ini, pikirnya, jika saja dia pendek, botak, dengan perut gendut, atau mungkin kalau ada tahi lalat sebesar tutup botol di pipinya. Jelas tidak adil seorang pria bisa setampan itu, dan aku harus melawan rasa suka ini”, pikir Cinta dengan sebal.
“kau melamun ya, miss Cinta?”
“apa?!!!”, Cinta mendongak. Ia mengumpulkan kesadarannya dan dalam hati sebal dengan pria itu karena memiliki sepasang mata yang mampu memikat hatinya.
“ya sudah, kau tadi melamun, kau pasti tidak mendengar kata-kataku tadi. Aku Cuma bertanya barang kali kau lapar, dan ingin makan dulu, biar aku yang traktir”, kata Kak Arjuna.
“boleh kak”, jawab Cinta spontan, ia benar-benar lapar saat itu.
Dengan sopan Arjuna mengajak Cinta masuk ke sebuah rumah makan.
“kita makan sambil mendengarkan musik ya.. ”, kata Kak Arjuna, sambil memanggil seorang pengamen bersuara merdu yang sedang bernyanyi di seberang jalan.
“baiklah kak.. bila musik adalah makanan cinta, maka mainkanlah..”
Acara makan itu menjadi sangat romantis.
Dengan begitu mendadak hingga ia tak punya waktu untukmencegah rasa suka itu tumbuh makin dalam, “aku pikir ku tak kan bias melawannya, ku jatuh cinta padamu, kak”. Kata cinta sangat lirih, tak terdengar.
Pria itu mengisi hatinya yang selama ini tak tersentuh. Rasa itu membawa Cinta kepada sebuah keadaan yan memusingkan, yang beriringan dengan rasa putus asa yang menyakitkan. Mencintainya benar-benar bencana, membutuhkannya sungguh menyedihkan, berada di dekatnya, makan bersama dengannya, bearti kegelapan sekaligus cahaya. Terkurung dalam sangkar hatinya sendiri. Semakin sulit membuang rasa itu.
“akuilah,” tuntut Kak Arjuna.
“akui bahwa kau menginginkanku” ulangnya sekali lagi.
Cinta membenamkan wajahnya, merunduk dalam-dalam merasakan sengatan kehampaan di balik kelopak matanya yang terpejam, menghentikan debaran yang semakin menguat.
“akuilah jika kamu menginginkanku… untuk membayar makan malam kita” kata Arjuna kemudian sambil nyengir ke arah Cinta. Kemudian berdiri dan beranjak ke kasir.
“uhhh..!!”
Kecewa sekaligus lega yang Cinta rasakan. Cinta tak ingin Arjuna mengetahui isi hatinya. Cinta menghela nafas panjang dan muncul seulas senyum di bibirnya.
“sudah kak? Antarkan aku mengambil sepeda motorku di tempat parkir ya..”
“ayo, biar kubantu menyebrang jalan. Kutemani pulang. Kita pulang sama-sama. Tentunya sekarang sudah kenyang, jangan melamun lagi ya..” ejek kak Arjuna dengan senyum simpul yang khas.
“terimaksih kak..”
Di bawah lampu malam yang temaram. Semilir angin seakan berputar disekitar lehernya menyebabkan dingin yang kemudiaan menjalar keseluruh tubuhnya. Namun setiap memandang wajah Arjuna muncul kehangatan di dalam dirinya. Cinta dan Arjuna bersiap pulang. Tapi, dari arah lobi terlihat wanita dengan rambut lurus panjang sebahu menghampiri Arjuna. Ia menemuinya yang berdiri di samping Cinta.
“Arjuna jangan pulang dulu, semua panitia harus kumpul malam ini, temani aku pulang nanti dan sekarang bantulah aku dan teman-teman membersihkan ruangan” kata wanita yang memiliki mata indah, hidung yang mancung, dan mulutnya yang seperti busur dewa cinta.
“wanita ini benar-benar sempurna. Siapa dia? Ia namapak sangat dekat dengan kak Arjuna” pikir Cinta sambil terus memperhatikan ekspresi wanita itu. Ekspresi yang menunjukkan bahwa wanita itu telah lama dekat dengan Arjuna.
“oh padahal aku mau menemani Cinta pulang tapi ternyata teman-teman disini masih membutuhkan bantuanku. Cinta maafkan aku ya… aku batal menemanimu pulang” kata kak Arjuna pada Cinta dengan nada suara menyesal.
“ya kak.. pergi dan tinggalkan aku disini, aku tidak akan salah jalan kok menuju pulang..” kata Cinta sambil memeberikan kepalan tinju kecil ke lengan Arjuna dan mendorongnya perlahan.
“sepertinya kita sudah di tunggu, jun. ayolah..” kata wanita cantik itu.
“baiklah Linda”
“dan kau Cinta, jaga diri baik-baik ya..”
Kesendirian itu menyapu kehangatan dari kulitnya.
“ku juga berharap kau baik-baik saja kak dan bersikap sopan dengan nona sempurna itu, siapa namanya, Linda.. ” kata Cinta dalam hati kemudian melaju pulang.
Keesokkan harinya..
“nah, kau melakukan lagi, kan?” Cinta menatap bayangannya di kaca ketika matahari pagi menyorot masuk ke kamarnya.
“kau benar-benar mempermalukan dirimu sendiri” sambil mengeluh ia mengenakan kerudungnya sebelum membelakangi wajahnya dalam cermin.
“bagaimana bisa aku jatuh cinta kepadanya? ” tanyanya pada diri sendiri sambil mengancingkan kemeja berlengan panjang berwarna hijau lumut.
“aku tidak pernah merencanakannya, aku tidak menginginkannya”.
“menyebalkan!! Arghhh.. siapakah nona sempurna bernama Linda kemarin?” gerutunya dan mengenakan celana dengan warna senada.
“bagaimana bisa mengendalikan rasa ini? Ketika ia mnyapaku, otakku meleleh, apalagi mengijinkannya mentraktirku kemarin, ah aku begitu bodoh. Menambah rasa malu dan hati yang kecewa karena ia mengantarku dan menemani nona sempurna itu. Kurasa kak Linda adalah kekasihnya. Lalu kenapa ia membuang-buang waktu untuk makan malam denganku, bila ada kak Linda disana?”
Cinta menghabiskan waktu sarapannya untuk memarahi dirinya sendiri. Setelah puas, ia menegakkan bahunya dan berangkat ke kampus, menguatkan hatinya untuk menemui tugas apapun yang harus dihadapinya hari itu.
Jam makan siang. Usai makan siang di kantin, Cinta dan Mia memutuskan untuk mampir di sanggar seni. Ruangannnya sepi, cocok untuk meredakan urat sarafnya.
“jadi ini jadwal latihannya?”
Terdengar suara selembut sutera itu merusak ketenangan Cinta, ia memutar tubuh, menyengol rak-rak sepatu di belakangnya. Terlihat Linda masuk ke dalam sanggar, terlihat professional dan elegan, dengan setelan berwarna coklat, kukunya yang di cat senada dengan warna bajunya sempurna memegang memegang sebuah buku agenda. Ia mengamati kaca-kaca besar, lantai dansa, piano, tirai-tirai berwarna kuning.
“jadi ini jadwal latihannya? Namamu Cinta, kan?” Linda mengulang pertanyaannya.
“iya, kak. Itu jadwal latihan dansa. Kakak sedang apa disini?”
“hanya lihat-lihat saja sebelum mulai latihan besok. Apa kamu juga ikut latihan dansa?”
“oh.. tidak, kak. Aku hanya ikut les piano. Kakak pelatih dansa?”
“kebetulan Arjuna memintaku melatih disini, sekarang aku masih kuliah semester 7 di universitas X ..”
“oh.. begitu ya. Semoga kakak nyaman di ruangan ini.”
“aku harap demikian . terimakasih, Cinta”
Mata kuliah terakhir hari itu usai. Cinta ingin segera pulang, karena lanit mendung sebentar lagi hujan lebat. Ia menuruni tangga dengan berlari kecil, hingga di anak tangga terakhir matanya menangkap Arjuna dan Linda sedang duduk berdua di teras di sudut gedung. Terlihat dari ekspresinya, mereka sedang berbicara serius. Kulihat jkak Linda menangis, aku tidak tahu apa penyebabnya, dan kak Arjuna meraih bahunya, mengelus rambutnya yang panjang, mendongakkan wajahnya dan mengusap air matanya. Suara petir memecah langit gelap saat itu, hujan mengguyur bumi dengan tiba-tiba, berulang kali kilat dan petir bergemuruh membuat kak Linda jatuh ke pelukan kak Arjuna. Hatiku tak sanggup menyaksikannya, tetapi mataku ingin tetap melihatnya. Arjuna mendekapnya dengan kuat. Mencium keningnya. Memejamkan matanya dalam-dalam. Ia tak sadar aku ada tak jauh di depannya. Aku ada menyaksikan semuanya. Tak ada yang tahu airmataku deras mengguyurku, tak ada yang bisa merasakan hatiku perih, hancur menjadi serpihan-serpihan tak bearti. Aku tak kuasa lagi memendam tangisku. Dan tangisku menjadi. Aku berlari menyambut hujan, terus berlari dan berhenti di kursi taman, duduk sendiri melepas segala pedih, membiarkan hujan mengguyur perih itu, membiarkan dingin membalut lukaku. Dan aku bisa tetap hidup.
Cinta kembali terjun ke dalam rutinitas perkuliahannya. Seperti anak yang terluka kembali ke dalam pelukkan ibunya. Rasa jengkel kepada Arjuna, membuat kepedihan lebih mudah diterima. Cinta membangun benteng kebencian untuk melindungi hatinya dari kekecewaannya kepada Arjuna. Ia menenggelamkan diri dalam kesibukkannya siang itu. Menyelesaikan tugas-tugasnya, membaca buku di perpustakaan, hingga berencana untukberlatih piano sendirian di sanggar seni. Ia berjalan dengan santai membawa kertas berisi tangga nada dan berharap tidak bertemu dengan Arjuna hari itu. Sesampainya di sanggar, dengan terkejut ia menjatuhkan kertas-kertas itu. Dan sejenak ia hanya berdiri di ambang pintu dan ternganga melihat pemandangan disana, kak Arjuna duduk bersama nona sempurna di depan piano itu. Hatinya semaki perih. Sakit sekali rasanya.
“Cinta, masuklah. Aku sedang belajar piano dengan Arjuna” sapa nona sempurna dengan ramah.
Cinta hanya diam. Kaget dan kecewa nampak jelas tertulis di matanya. Amarahnya dan rasa kesal tiba-tiba menguasainya.
“ku mohon, nona sempurna, menjauhlah darinya, kau bisa menyakitiku” kata Cinta dengan suara lirih namun tegas.
“apa maksudmu Cinta?” kata Arjuna sambil menghampiri Cinta. Wajahnya tampak kesal dan marah mendengar ucapan Cinta. Tahu hal itu Cinta ingin menghindar, ia membalikkan badannya dan ingin keluar ruangan. Namun, posisinya tidak tepat, ia menabrak tiang dekat pintu. Cahaya lenyap. Kemudian ia merasakan kegelapan ketika ia merosot pelan ke lantai. Cinta pinsan.
“Cinta” sebuah suara memanggilnya. Cinta tak bisa menanggapinya dan hanya membuka matanya sedikit.
“tetap berbaring!” perintah Arjuna.
Perlahan ia mencoba membuka matanya lebih lebar dan memusatkan pada wajah Arjuna. Pria itu membunkuk di atasnya. Jika seperti itu ia tampak penuh perhatian.
“apa yang terjadi” Cinta mencoba duduk, Arjuna mendorongnya lagi ke bantal.
“itulah yang ingin ku ketahui” ketika Arjuna memandang berkeliling,cinta mengikuti pandangannya. Mia duduk di kursi kecil di dekat jendela. Kak Linda berdiri didekat jendela dengan tenang, tanpa senyuman.
“kau ingin tau kenapa aku pinsan? Kurasa aku tadi menabrak sebuah tiang”
“iya, aku tahu. Kau kurang berhati-hati rupanya. Tapi bukan itu yang ingin ku ketahui”
“oya.. lalu apa?”
“kenapa kau marah melihatku dekat dengan Linda?”
“maafkan aku kak Juna, kak Linda, aku tadi bicara tidak sopan padamu”
“kau pikir Linda akan menyakitimu?”
“tidak..” merasa kepalanya berdenyut lagi, Cinta mengulang dengan lebih sabar.
“tidak, itu hanya salah paham. aku akan memastikannya. Sekarang kalian kembalilah ke kelas. Dan kak Linda tolong jangan hiraukan kata-kataku tadi ya..”
“maaf Cinta, telah membuatmu salah paham. Arjuna adalah saudara sepupuku, dia bukan kekasihku. Ia hanya menghiburku, kemarin nenekku meninggal dunia. Aku sedang berduka” kata Linda mendekati cinta
“maafkan aku kak, aku sungguh menyesal. Aku tidak tahu”
“maafkan aku Cinta, jika ternyata aku yang membuatmu tidak ceria lagi” kata Mia, sambil memeluk tubuh sahabatnya yag masih berbaring.
“oh.. Mia.. maafkan aku juga”
“aku tahu perasaanmu” sambut Arjuna membantu Cinta yang tak sabar ingin duduk.
“kak Ajuna..”
“ya.. dengarkan baik-baik Cnta, kau jangan berbohong lagi. Sepasang matamu itu tidak bisa menyimpan rahasia” suara kak Arjuna bergetar dan membuat tubuh Cinta menegang.
“kenapa kau ini, kak?”
“kurasa kau sangat beruntung karena aku ternyata jatuh cinta padamu.. ” kata Arjuna memegang kedua pipi Cinta, menahannya agar tidak berusaha menghalangi pandangannya.
“jadi.. ” cinta mengangkat bahu seolah-olah tak perduli.
“kau bohong, kak. Selama ini kau begitu angkuh. Tidak murah senyum kepadaku.”
“senyum tidak cukup untukmu, Cinta. Aku tahu aku bisa membuatmu menginginkanku, aku merasakannya pada saat pertama aku melihat matamu, tapi saat kau melihatku memeluk Linda di ujung gedung kemarin, aku tahu tidak cukup hanya membuatmu menginginkanku. Aku ingin kau mencintaiku” kata Arjuna penuh keseriusan.
“kau tahu aku melihatmu dengan kak Linda?”
“ya. ”
“tapi kenapa kau hanya diam?”
“kau tak kan bisa menerimanya jika ku jelaskan saat itu..”
Cinta menelan ludah. Memusatkan perhatiannya sejenak pada sinar matahari yang menerobos pohon-pohon di depan ruangan itu. Kemudian bicara.
“kukira tak terpikir olehmu untuk mengerti perasaankku”
“apa aku pernah mengatakan kalau aku mencintaimu?” kata Arjuna.
Mata Cinta melebar, mulutnya terbuka tapi tak mampu mengatakan apapun. Ia menggelengkan kepalanya dengan cepat dan menelan ludah.
“kukira belum. Sebenarnya, aku telah jatuh cinta saat kau duduk memandangku memperhatikanku beberapa bulan yang lalu dengan sepasang matamu itu”
Cinta tersenyum dan berkata, “kak, kenapa kau menunggu begitu lama?”
Arjuna mengangkat sebelah alisnya dengan geli, mengingatkan Cinta pada singkatnya hubungan mereka.
“kurasa aku hanya menungu 6 bulan”
“bukan, sudah bertahun-tahun” kata Cinta membenamkan wajahnya pada bahu Arjuna ketika kebahagiaan melandanya.
“berdekade-dekade, berabad-abad”
“dan beberapa millenium” jawab Arjuna.
Mata Cinta yang bulat dan basah penuh cinta terangkat menatap mata Arjuna.
“kau membutuhkanku, kak?”
“kau tampak seperti anak kecil” gumamnya
“namun aku sangat membutuhkanmu karena aku mencintaimu, Cinta” kata Arjuna lagi.
Cinta memejamkan matanya dalam-dalam, senyumnya tetap tersungging di bibirnya yan merekah bahagia. Ia tak bisa lagi mengungkapkan rasanya. Jika melihat sorot matanya, semua orang akan tahu bahwa ia sangat berbahagia. Cinta yang tumbuh dalam hatinya membuatnya kembali ceria.
“kak Arjuna kau bisa mengerti kan, kenapa kita tidak boleh sedekat ini setelah ini?” Tanya Cinta dengan senyumnya yang lucu.
“tentu saja, Cinta. Karena kau akan membereskan semuanya sebelum aku mendekatimu lagi. Aku harus bisa menunggu beberapa tahun lagi untuk bisa mendekatimu. Kita masih membutuhkan surat nikah.” ( hehehe )
“Dan kita akan mengatakan pada semua orang, bagaimana bahasa cinta yang murni menemukan cintanya, bagaimana cinta sejati menemukan jalannya”
THE END